Kamis, 21 Agustus 2014

Diskusi Ilmiah: Tugas Imam/Amir/Sulthon



Rekaman KH Kasmudi:

Sekarang imam yang punya kewajiban ijtihad nasihat, ngajak masuk surga selamat dari neraka, maka meramut ru’yah banyak, ada yang kaya, ada yang miskin,ada yang kena musibah ada yang dapat duit banyak, maka imam berkewajiban di dalam meramutnya itu punya hak menggunakan harta-hartanya para jama’ah dalam rangka untuk kemaslahatan jama’ah, maka itulah adanya perintah infaq fii sabilillah.
Maka dari itu perintah infak fii sabilillah adalah perintah yang mencocoki perintahnya Allah rasul, bukan bid’ah, sebagian orang akhir-akhir ini menganggap itu bid’ah karena imam tidak punya hak untuk itu. Maka sekarang saya jelaskan, di dalam kitab Al-Ahkamu as-Sulthonyah disebutkan:
وَاَلَّذِي يَلْزَمُهُ مِنْ الْأُمُورِ الْعَامَّةِ عَشَرَةُ أَشْيَاءَ :
وَالسَّابِعُ : جِبَايَةُ الْفَيْءِ وَالصَّدَقَاتِ عَلَى مَا أَوْجَبَهُ الشَّرْعُ نَصًّا وَاجْتِهَادًا مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا عَسْفٍ .
Salah satu kewajiban imam ngatur rukyah ada sepuluh, sepuluh macam kewajiban imam mengatur ru'yah. Yang nomor tujuh, bahwa kewajiban imam itu menghimpun harta fai', menghimpun shodaqoh - shodaqoh yang diwajibkan secara syara', yaitu menghimpun zakat, ( jadi imam punya hak mengatur, menghimpun shodaqoh-shodaqoh artinya zakat-zakat yang wajib yang diwajibkan oleh Alloh Rosul, diatur sana dapat berapa, sana dapat berapa, kelompok dapat sekian, amil dapat sekian, dan shodaqoh - shodaqoh yang berdasarkan ijtihad tanpa adanya intimidasi dan tanpa adanya pemaksaan.
Yaitu berdasarkan memberikan kesadaran, infak itu sesuatu yang mulia, infak berpahala besar, kamu punya tanggung jawab untuk kemaslahatan jama'ah secara keseluruhan. Bagaimana kita harus membiayai pengajar kita, membiayai pengadaan mubaligh, membiayai ........membiayai tempat-tempat ibadah, membiayai tempat-tempat pendidikan, membiayai kendaraan-kendaraan untuk kelancaran, membiayai transportasi lalu lintas mubaligh.
Tugas imam menghimpun dana-dana shodaqoh, infak berdasarkan ijtihad, maka diijtihadi ada yang namanya infak persenan, ada yang namanya shodaqoh lailatu al-qodar, ada yang namanya shodaqoh hari raya, ada yang namanya.. ya macam-macam.
Kalau imam sudah mengatur seperti itu, maka kewajibannya rukyah adalah sami'na, wa atho'na mastatho'na, karena perintah mengumpulkan dana untuk kelancaran fii sabilillah itu tidak maksiat, jelas itu tidak bid'ah bahkan itu menghidupkan sunnah, maka kewajiban kita semua adalah menetapi Jama'ah,
Pembahasan:
Perhatikan perkataan Pak Kyai ini. Lagi-lagi (karena merupakan kebiasaannya) melakukan pengkhianatan ilmiah, yakni hanya menyampaikan sebagian dan membiarkan/menyembunyikan yang sebagian lagi tanpa pernah diketahui oleh pendengarnya, baik ia menyebutkan kitab Al-Ahkamu As-sulthonyah (yang dimaksud adalah karya Imam al-Mawardi, karena ada pula kitab Al-Ahkamu As-Sulthonyah karya Imam Abu Ya'la), dimana ia hanya mengutip tugas dari seorang Amir hanya poin ke tujuh saja sebagai landasan umum ijtihad "infaq persenan" serta mengabaikan sembilan poin yang merupakan tugas seorang Amir, seperti di bawah ini (lihat kitab Al-Ahkamu As-sulthonyah):
وَاَلَّذِي يَلْزَمُهُ مِنْ الْأُمُورِ الْعَامَّةِ عَشَرَةُ أَشْيَاءَ :
Tugas-tugas Imam/Amir:
أَحَدُهَا حِفْظُ الدِّينِ عَلَى أُصُولِهِ الْمُسْتَقِرَّةِ وَمَا أَجْمَعَ عَلَيْهِ سَلَفُ الْأُمَّةِ ، فَإِنْ نَجَمَ مُبْتَدِعٌ أَوْ زَاغَ ذُو شُبْهَةٍ عَنْهُ أَوْضَحَ لَهُ الْحُجَّةَ وَبَيَّنَ لَهُ الصَّوَابَ وَأَخَذَهُ بِمَا يَلْزَمُهُ مِنْ الْحُقُوقِ وَالْحُدُودِ ، لِيَكُونَ الدِّينُ مَحْرُوسًا مِنْ خَلَلٍ وَالْأُمَّةُ مَمْنُوعَةً مِنْ زَلَلٍ .
  1. Menjaga agama sesuai dengan dasar-dasarnya yang establish, dan ijma' genearsi salaf. Maka jika muncul pembuat bid'ah, atau orang yang sesat/menyimpang yang membuat subhat tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya, menerangkan yang benar kepadanya, dan menindaknya sesuai dengan hak-hak dan hukum yang berlaku, agar agama tetap terlindungi dari segala penyimpangan dan umat terlindungi dari usaha penyesatan.
الثَّانِي : تَنْفِيذُ الْأَحْكَامِ بَيْنَ الْمُتَشَاجِرِينَ وَقَطْعُ الْخِصَامِ بَيْنَ الْمُتَنَازِعِينَ حَتَّى تَعُمَّ النَّصَفَةُ ، فَلَا يَتَعَدَّى ظَالِمٌ وَلَا يَضْعُفُ مَظْلُومٌ .
  1. Menerapkan hukum di antara dua pihak yang beperkara, dan menghentikan perseteruan di antara dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merata, maka yang dholim tidak semena-mena dan orang yang teraniaya tidak merasa lemah.
الثَّالِثُ : حِمَايَةُ الْبَيْضَةِ وَالذَّبُّ عَنْ الْحَرِيمِ لِيَتَصَرَّفَ النَّاسُ فِي الْمَعَايِشِ وَيَنْتَشِرُوا فِي الْأَسْفَارِ آمِنِينَ مِنْ تَغْرِيرٍ بِنَفْسٍ أَوْ مَالٍ .
  1. Melindungi wilayah negara dan tempat-tempat suci, agar manusia dapat leluasa bekerja, dan bepergian ke tempat manapun dengan aman dari gangguan terhadap jiwa dan harta.
وَالرَّابِعُ : إقَامَةُ الْحُدُودِ لِتُصَانَ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى عَنْ الِانْتِهَاكِ وَتُحْفَظَ حُقُوقُ عِبَادِهِ مِنْ إتْلَافٍ وَاسْتِهْلَاكٍ .
  1. Menegakkan supremasi hukum (hudud) untuk melindungi larangan-larangan Allah ta'ala dari upaya pelanggaran terhadapnya, dan melindungi hak-hak hamba-hambanya dari upaya pelanggaran dan perusakan terhadapnya.  
وَالْخَامِسُ : تَحْصِينُ الثُّغُورِ بِالْعُدَّةِ الْمَانِعَةِ وَالْقُوَّةِ الدَّافِعَةِ حَتَّى لَا تَظْفَرَ الْأَعْدَاءُ بِغِرَّةٍ يَنْتَهِكُونَ فِيهَا مُحَرَّمًا أَوْ يَسْفِكُونَ فِيهَا لِمُسْلِمٍ أَوْ مُعَاهَدٍ دَمًا
  1. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang tangguh hingga musuh tidak mampu mendapatkan celah untuk menerobos masuk guna merusak kehormatan, atau menumpahkan darah orang muslim atau orang yang berdamai dengan orang muslim (mu'ahid).
وَالسَّادِسُ : جِهَادُ مَنْ عَانَدَ الْإِسْلَامَ بَعْدَ الدَّعْوَةِ حَتَّى يُسْلِمَ أَوْ يَدْخُلَ فِي الذِّمَّةِ لِيُقَامَ بِحَقِّ اللَّهِ تَعَالَى فِي إظْهَارِهِ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ .
  1. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya ia didakwahi hingga ia masuk islam, atau masuk dalam perlindungan kaum muslimin (ahlu dzimmah), agar hak Alloh Ta'ala terealisir yaitu kemenangan-Nya atas seluruh agama.
وَالسَّابِعُ : جِبَايَةُ الْفَيْءِ وَالصَّدَقَاتِ عَلَى مَا أَوْجَبَهُ الشَّرْعُ نَصًّا وَاجْتِهَادًا مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا عَسْفٍ .
  1. Mengambil Fai' ( harta yang didapatkan kaum muslimin tanpa pertempuran ) dan shodaqoh yang sesuai dengan yang diwajibkan syari'at dan secara ijtihad tanpa adanya rasa takut/intimidasi dan paksaan.
وَالثَّامِنُ : تَقْدِيرُ الْعَطَايَا وَمَا يَسْتَحِقُّ فِي بَيْتِ الْمَالِ مِنْ غَيْرِ سَرَفٍ وَلَا تَقْتِيرٍ وَدَفْعُهُ فِي وَقْتٍ لَا تَقْدِيمَ فِيهِ وَلَا تَأْخِيرَ .
  1. Menentukan gaji dan apa saja yang diperlukan dalam baitul mal (kas negara) tanpa berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, kemudian mengeluarkannya tepat pada waktunya, tidak mempercepat atau menunda pengeluarannya.
التَّاسِعُ : اسْتِكْفَاءُ الْأُمَنَاءِ وَتَقْلِيدُ النُّصَحَاءِ فِيمَا يُفَوَّضُ إلَيْهِمْ مِنْ الْأَعْمَالِ وَيَكِلُهُ إلَيْهِمْ مِنْ الْأَمْوَالِ ، لِتَكُونَ الْأَعْمَالُ بِالْكَفَاءَةِ مَضْبُوطَةً وَالْأَمْوَالُ بِالْأُمَنَاءِ مَحْفُوظَةً
  1. Mengangkat orang-orang terlatih untuk menjalankan tugas-tugas, dan orang-orang yang jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas ini dikerjakan oleh orang-orang yang ahli, dan keuangan dipegang oleh orang-orang yang jujur.
الْعَاشِرُ : أَنْ يُبَاشِرَ بِنَفْسِهِ مُشَارَفَةَ الْأُمُورِ وَتَصَفُّحَ الْأَحْوَالِ ؛ لِيَنْهَضَ
بِسِيَاسَةِ الْأُمَّةِ وَحِرَاسَةِ الْمِلَّةِ ، وَلَا يُعَوِّلُ عَلَى التَّفْوِيضِ تَشَاغُلًا بِلَذَّةٍ أَوْ عِبَادَةٍ ، فَقَدْ يَخُونُ الْأَمِينُ وَيَغُشُّ النَّاصِحُ ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : يَا دَاوُد إنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتْبَعْ الْهَوَى فَيُضِلّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ *
  1. Terjun langsung menangani segala persoalan, dan menginspeksi keadaan, agar ia sendiri yang memimpin umat dan melindungi agama. Tugas-tugas tersebut tidak boleh ia delegasikan kepada orang lain dengan alasan sibuk istirahat atau ibadah. Jika tugas-tugas tersebut ia limpahkan kepada orang lain, sungguh ia berkhianat kepada umat, dan menipu penasihat. Alloh Ta'ala berfirman:
"Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi. Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah (QS. Shaad 26).
Maka dengan membaca ke sepuluh tugas-tugas Imam, maka nampaklah bagi kita tentang sosok seorang imam yang dimaksud, artinya tidaklah ada manfaatnya sama sekali untuk mempergunakan (tegasnya membodohi umat) dengan menggunakan poin ke tujuh lalu meninggalkan sembilan poin yang lainnya yang menjadi hakikat tugas yang mesti diemban oleh seorang Amir. Maka, kalau ia tidak sanggup untuk mengerjakannya maka dia bukanlah Amir yang mu'tabar/ diakui, ia hanyalah seseorang yang sekedar mengaku-ngaku seorang Amir. Apalagi kalau Amir tersebut adalah dibithonah dari kaum muslimin (seperti Amir di dalam Jamaah), tentunya ia tidak bisa mengemban tugas sebagai Amir sebagaimana poin-poin di atas dan secara otomatis ia tidak bisa dikatakan sebagai Amir yang syar’i.
Sebuah keterangan yang sangat berharga dari Syaikh Islam Ibnu Taimyah ketika menjelaskan hadits Nabi:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ* رواه البخاري في صحيحه ( 8/104 )
“Setiap kalian Adalah penggembala ( pemimpin ) dan tiap-tiap kalian akan ditanya tentang penggembalaannya. Seorang imam adalah penggembala dan akan ditanya tentang penggembalaannya” (HR. Bukhori).
وهذا مثل كون الرجل راعيا للماشية متى سلمت إليه بحيث يقدر أن يرعاها كان راعيا لها وإلا فلا فلا عمل إلا بقدرة عليه فمن لم يحصل له القدرة على العمل لم يكن عاملا والقدرة على سياسة الناس إما بطاعتهم له وإما بقهره لهم فمتى صار قادرا على سياستهم بطاعتهم أو بقهره فهو ذو سلطان مطاع إذا أمر بطاعة الله
Dan ini adalah perumpamaan keadaan seorang laki-laki yang menggembala pada kawanan hewan ternak, kapan ternak-ternak itu selamat bila mana penggembala itu berkuasa untuk menggembalanya maka ia adalah seorang penggembala, dan bila tidak maka tidak ada pekerjaan terkecuali dengan kekuatan atasnya. Maka barang siapa yang tidak memiliki kemampuan/ kekuatan atas sebuah pekerjaan maka ia bukanlah seorang pekerja. Dan adapun kemampuan, wajib (dibutuhkan ) untuk mengatur manusia, adakalanya dengan ketaatan mereka kepadanya dan adakalanya dengan pemaksaan pada mereka, maka kapan ia menjadi mampu / berkuasa untuk mengatur manusia dengan ketaatan mereka ataupun lewat pemaksaan, maka dialah pemilik kekuasaan yang ditaati jika ia memerintah dengan mentaati Allah (minhaju as-sunnah nabawiyah).
Kemudian kalau kita mau merinci lagi poin ke tujuh dari sepuluh tugas imam, yakni:
وَالسَّابِعُ : جِبَايَةُ الْفَيْءِ وَالصَّدَقَاتِ عَلَى مَا أَوْجَبَهُ الشَّرْعُ نَصًّا وَاجْتِهَادًا مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا عَسْفٍ .
Mengambil Fai' (harta yang didapatkan kaum muslimin tanpa pertempuran) dan shodaqoh yang sesuai dengan yang diwajibkan syari'at dan secara ijtihad tanpa adanya rasa takut/intimidasi dan paksaan.
Kalau dikatakan ijtihad "infaq persenan" sebagai bentuk shodaqoh yang dipungut dengan memberikan kesadaran (tegasnya "diluar kesadaran") tanpa adanya intimidasi dan paksaan, maka kita katakan bahwa ini mengingkari realita yang terjadi di dalam jamaah tentang persenan itu sendiri, karena realitanya kapan seseorang mangkir dari membayar persenan maka ia akan segera dihukumi tidak faham. Doktrinnya bahwa persenan yang sampean bawa setiap bulannya ke sini (pusat) adalah sebagai wujud sambung langsungnya jama'ah kepada Bapak Imam (apakah ada dalilnya?). Kemudian banyak menggunakan dalil ancaman tentang penolakan terhadap zakat digunakan untuk orang yang tidak bayar persenan dan tamsil -tamsil yang lain yang tidak ada hubungannya sedikitpun dengan hukum persenan-. Ini adalah bentuk racun intimidasi yang ditanamkan secara i'tiqodyah/keyakinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar